Thursday, December 25, 2014

Ucap merry chrismas antara akidah dan mujamalah


Mengucapkan Selamat Hari Natal; Antara Akidah dan Mujamalah
Rubrik: Fiqih Ahkam | Oleh: Dr. H. Mohamad Taufik Qulazhar, MA. MEd. - 24/12/14 | 16:12 | 02 Rabbi al-Awwal 1436 H
dakwatuna.com - Dalam masalah ini terdapat perbedaan pendapat para ulama. Untuk memahami, hendaknya kita membahasnya secara ilmiah, lengkap dengan dalil dan pemahaman dalilnya.
Titik Perbedaan dan Titik Kesepakatan
Titik permasalahan yang menyebabkan perbedaan ini adalah apakah mengucapkan selamat natal (at-tahniah bi ‘iidi milaad masiih) sebagai bentuk setuju (ar-ridho) atau bentuk berbuat kebaikan (al-bir) terhadap yang kita kenal?
Walaupun berbeda pendapat, ada titik kesepakatan antara para ulama, yaitu haram hukumnya mengucapkan natal kepada Nasrani yang memerangi muslim. Untuk lebih lengkapnya, marilah kita rinci perbedaan pendapat para ulama itu.
Pendapat Para Ulama
Haram. Mengucapkan selamat natal haram karena menunjukkan sikap setuju terhadap kekafiran, meyakini keyakinan kafir, dan sebagai bentuk tasyabbuh (menyerupai) dengan apa yang mereka lakukan.Boleh, Mengucapkan selamat natal boleh selama orang Nasrani tersebut tidak memerangi muslim (musalimun) karena hal tersebut bentuk kebaikan terhadap yang kita ketahui. Seperti yang dilakukan kepada tetangga, kerabat, teman kerja, rekanan, dan lain-lain.
Pendapat kedua ini didasarkan pada ayat 8-9 dari surat Al-Mumtahanah. “Allah tiada melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil. Sesungguhnya Allah hanya melarang kamu menjadikan sebagai kawanmu orang-orang yang memerangi kamu karena agama dan mengusir kamu dari negerimu dan membantu (orang lain) untuk mengusirmu. Dan barang siapa menjadikan mereka sebagai kawan, maka mereka itulah orang-orang yang lalim.” [Al-Mumtahanah: 8-9].
Allah swt. berfirman: “Apabila kamu dihormati dengan suatu penghormatan, maka balaslah penghormatan itu dengan yang lebih baik, atau balaslah (dengan yang serupa). Sesungguhnya Allah memperhitungkan segala sesuatu.” [An-Nisaa: 86]. Kata “apabila kamu dihormati” disebutkan dalam bentuk “majhul”, tidak disebutkan siapa yang memberi hormat. Hal itu menunjukkan penghormatan tidak mesti berasal dari Muslim, dan sangat mungkin berasal dari Nasrani yang memberi hormat kepada kita.
Mana yang Lebih Kuat?
Ada perbedaan situasi dan zaman antara fatwa Ibnu Taimiyah yang mengharamkan dan fatwa yang membolehkan. Di zaman beliau, situasinya orang Nasrani memerangi muslim. Di zaman sekarang tidak semuanya Nasrani memerangi Muslim.Fatwa berubah berdasarkan perubahan zaman dan waktu. Seperti kaidah yang mengatakan (لا ينكر تغير الأحكام بتغير الأزمان والمكان) “Tidak bisa disanggah jika hukum berubah karena ada perubahan waktu dan tempat.”Ucapan “selamat natal” tidak menunjukkan setuju dengan keyakinan, tapi hanya sekedar menjaga hubungan baik (mujamalah).
Namun demikian, bagi yang membolehkannya, ada syarat yang harus dipenuhi saat mengucapkan selamat natal:
Tidak meyakini seperti keyakinan mereka, dan tidak menyetujuinya.Tidak menyetujui syariat mereka yang menurut syariat kita diharamkan, seperti; beberapa makanan dan minuman, bercampur laki-laki dan perempuan yang bukan mahram. Wallahu A’lam. (msa/dakwatuna)

No comments: