Wednesday, March 10, 2010

Jiwa Besar bukan warisan Jiwa kerdil bukan malapetaka



(Gambar ini hanya hiasan, almarhum ayahndaku Hj Mohd Tahir tercinta bersama bonda yang tersayang- Mereka berdua banyak mengajarku apa ertinya ber jiwa besar versus kehormatan palsu...)

JIWA BESAR BUKAN WARISAN JIWA KERDIL BUKAN MALAPETAKA)

Kisah ini... sampai bila bila pun akan selalu membuat air mata menitik penuh bangga, bangga kepada nabi kita Muhamad Rasulullah (saw) yang berjiwa besar.

Lelaki itu terus berlari bersama sahabatnya untuk mengindari lemparan batu dan amukan orang ramai disitu. Puluhan mungkin ratusan batu sebesar kepalan tangan menerjang mereka, diiringi cacian dan hinaan yang menghina. Tubuh mereka terluka. Kaki-kaki mereka penuh darah. Bukan hanya Zaid, sahabat yang ingin menangis menyaksikan perlakuan Bani Thaif itu kepada Rasulullah, tetapi juga alam semesta.

Sungguh memilukannya peristiwa itu, malah malaikat Jibril As dan malaikat penjaga gunung datang menghampiri Nabi Muhamamd (saw). Ekspresi ammarah semesta diwakili oleh ucapan malaikat penjaga gunung:

"Perintahkanlah aku! Seandainya engkau menghendaki kedua bukit ini dihimpitkan kepada mereka, niscaya akan aku lakukan dengan segera!".

Tapi Rasulullah menjawab. Jawapannya amat berbeza dari jawaban yang biasa diberikan oleh manusia biasa apabila dalam keadaan sedemikian. Rasulullah menjawab seluruh penghinaan, perlakuan, dan siksaan Bani Thaif itu dengan do’a:

"Allahummahdii qawmii fainnahum laa ya'lamuun" (Ya Allah berilah hidayah kepada kaumku ini, karena mereka masih juga belum faham tentang arti Islam).

Bahkan Rasulullah juga mendoakan agar keturunan mereka nanti akan menyembah Allah semata-mata dan tidak mempersekutukanNya dengan apa pun.

Demikianlah sejarah terkemudian membuktikan bahwa sebenarnya beberapa tahun selepas peristiwa itu berlaku para pejuang Islam dari Thaif terkenal dengan keberaniannya di medan-medan jihad menegakkan agama Allah…

Sahabat, seandainya kita adalah manusia yang dizalimi itu. Seandainya kita adalah lelaki yang kehormatannya dipijak-pijak oleh kaum itu, kemudian beberapa waktu kita mempunyai sebuah kekuatan, punyai kekuasaan besar yang kita boleh sahaja menghukum mereka, bila bila masa sahaja kita boleh jalankan apa pun perintah kita sebagai balasannya. Maka hukuman apa yang akan kita berikan kepada mereka?

Sahabat, Rasul mulia itu Muhammad (SAW) dalam hal ini sedang mengajarkan kita tentang sebuah pelajaran: BERJIWA BESAR! Pelajaran yang tidak pernah dapat terangkum dalam lembaran-lembaran teori, tetapi pelajaran hidup ini selalu hadir bersama manusia-manusia berjiwa besar dalam sejarah manusia.

Kita tidak akan benar-benar dapat fahami ‘Jiwa besar’ ini sehinggalah nanti di suatu waktu dalam kehidupan kita mengalaminya. Kita terpaksa membuat pilihan-pilihan yang sukar, samada kita memilih menjadi ‘manusia biasa’ atau manusia ‘mulia’ berjiwa besar.

Kebesaran jiwa inilah yang dimiliki oleh pemimpin besar, tokoh legenda kaum muslimin, Umar bin Al Khattab (R.a), ketika beliau memikul sendiri sekarung gandum pada malam hari kepada rakyatnya yang kelaparan. Juga kisah keredhaan beliau ketika di dikritik dengan kritikan yang memerahkan telinga oleh seorang perempuan di depan orang ramai. Walhal disatu sisi, beliau seorang pemimpin dimana ditangannya lah Islam berkembang secara mendadak. Asalnya Islam agama yang kecil di kota Mekkah menjadi salah satu kekuatan dunia yang menyaingi kerajaan Rom dan Parsi. Umar adalah pemimpin besar yang jauh lebih brilliant dari pada Julius Caesar, Charlemagne, bahkan Alexander the Great…

Kebesaran jiwa ini jugalah yang dimiliki oleh seorang Mujahid General perang berkaliber Salahuddin Al-Ayyubi ketika membebaskan Palestin (Jerusalem). Ketika beliau menakluki Jurusalem (dalam keadaan menang, beliau tidak membalas dendam terhadap pasukan salib. Walahal pasukan salib ini dulunya menzalimi kaum muslimin.

Seluruh kaum muslimin dibantai, rumah-rumah dan masjid dibakar, perempuan diperkosa dan anak-anak dibunuh didepan orang tua mereka. Namun Mujahid agung ini memasuki kota suci dengan penuh kerendahan hati. Rumah-rumah ibadah dibiarkan tegak, para pemeluknya dilindungi, dan para ‘knight of templar’ diberi pilihan samada untuk tinggal atau pergi meninggalkan kota suci.

Jiwa besarnya terserlah apabila beliau mengirimkan seorang doktor untuk merawat dan menyembuhkan sakit yang diderita oleh musuhnya dalam perang, Raja Richard ‘The Lion Heart’ dari England. Kebesaran jiwa yang menggetarkan kawan mahu pun lawan, menjadikan pahlawan jihad ini sebagai legenda sekaligus idola dikalangan musuh-musuhnya…

Sahabat, kebesaran jiwa itu adalah pilihan. Ketika perasaan marah, godaan geram untuk membalas dan menyiksa yang begitu dekat di depan mata, lalu kita lebih memilih untuk memaafkan, bersabar dan berlapang dada atas segalanya.

Kebesaran jiwa itu adalah keteduhan perasaan ketika segalanya menjadi panas dengan nafsu amarah.

Kebesaran jiwa itu adalah ketenangan saat semuanya menjadi rumit.

Kebesaran jiwa itu adalah saat bencinya yang menggunung menjadi kasih sayang.

Kebesaran jiwa itu adalah saat kekerasan menjadi kelembutan.

Namun kebesaran jiwa itu bukanlah kelemahan, bukan kekalahan apalagi kebaculan. Kebesaran jiwa itu adalah perpaduan antara keberanian, kekuatan, kasih sayang dan kemaafan…

Sahabat, mungkin suatu ketika kita dihadapkan pada situasi yang sama. Kita boleh marah. Kita boleh menghina. Kita boleh sahaja membalas dendam. Semuanya atas nama sakit hati yang bersangatan tidak lagi tidak terperi. Atas atas nama dendam yang teramat dalam. Atas nama amarah yang membara. Disaat itulah kebesaran jiwa menemukan ujiannya. Hidup adalah penuh dengan berbagai pilihan.

Manusia-manusia besar dalam sejarah adalah orang-orang yang ketika hidupnya menemukan pilihan yang sama, mereka memilih untuk berbesar jiwa. Mereka berani, mereka punya kekuatan, mereka juga ada perasaan marah, benci dan dendam, tetapi mereka lebih memilih jalan kasih sayang dan memaafkan.

1 comment:

ummufateh said...

hu hu terharu amat membacanya...., tercari-cari di mana jiwa besar ini tersembunyi